Total Tayangan Halaman

Kamis, 05 Oktober 2017

Stay to Keep Exist in Writing


Banyak sekali tantangan untuk tidak kembali menulis.  Sebuah kebiasaan yang sudah selalu diterapkan bisa-bisanya mendapatkan banyak kendala. Dan semua permasalahan itu berangkatnya dari diri kita sendiri.

Sakit yang ternyata tak kunjung berhenti, selalu menggangu semua proses kebaikan yang hendak dijalani,  masalah alat tulis seperti laptop yang harus mendapatkan pengurapan air oleh kreatifitas anak yang semakin menjadi, menolong dan menemani masa-masa pertumbuhan mereka supaya mereka bisa berkembang dan bertumbuh dengan maksimal,  dan bahkan ketika hubungan antara suami dan istri harus berakhir dengan perang dingin.

Semua kendala boleh terjadi,  tapi segala komitmen tidak boleh berhenti sampai disitu. Mencoba mencari sebuah solusi supaya proses kreatif ini bisa tersalurkan dengan baik. Dan kebuntuan untuk bisa kembali menulis adalah dengan memaksimalkan apa yang ada di tangan kita. Meskipun laptop sudah tidak bisa berkontribusi dengan baik,  ternyata aku masih punya Handphone atau gadget yang ternyata bisa dipakai untuk menulis.

Meskipun tidak terbiasa menulis dengan menggunakan gadget,  tapi belajar tuk mencoba menuliskan semua yang ada di kepala ini,  menjadi tantangan tersendiri.  Yang biasanya kemampuan tanganku bisa mengetikkan kata yang ada di hatiku seirama dengan kecepatan ketikanku,  sekarang harus menunggu kecepatan mengetik ini dengan apa yang ada di pikiranku.

Menerapkan dan membiasakan suatu hal yang baru, bukanlah suatu kemustahilan,  sampai kita benar-benar bisa mempraktekkannya.  Ditambah lagi dengan menulis di gadget, ternyata kita bisa sambil menemani anakku tuk tiduran di tempat tidurnya.  Sebab kebiasaannya yang harus ditemani dulu kalau mau tiduran.  Kalau tidak jangan harap bisa tidur dengan pulasnya.

Disamping itu, meskipun media gadget ini baru kugunakan untuk menulis, segala keribetan menggunakan laptop ternyata bisa berkurang.  Dari ukuran monitor yang lumayan besar, beratnya yang ternyata lumayan, sampai keribetan kabel-kabel charger, semuanya bisa diatasi hanya dengan menggunakan kesimpelan gadget ini.

Tapi belum mencoba masuk ke websiteku dan beberapa media lainnya. Akankah kompatibel dengan media gadget yang sedang kugunakan. Artinya ketika tulisanku ini bisa sampai ditangan para pembaca,itu artinya segala kendala ini tidak begitu berarti lagi.

Sama seperti yang pernah diungkapkan oleh host Mata Nadjwa, ada saatnya kita berhenti dari suatu kerutinan yang sering kita jalani.  Dan proses perhentian itu, diharapkan sebagai persiapan untuk bisa melompat lebih tinggi lagi.  Begitu juga dengan diriku,  meskipun tidak seterkenal dan secerah Denny Siregar dan Birgaldo Sinaga,  dan meskipun tidak seproduktif Tere Liye dalam menghasilkan novel-novelnya, maupun seapik Andrea Hirata dalam menuliskan karya-karyanya,  yang penting adalah aksi untuk bisa memberikan suatu yang lebih yang ada padaku untuk bisa disajikan dan disaksikan oleh seluruh rekan-rekan pembaca.

Terasa memang, ketika tidak menulis lagi,  traffic pembacaku di web pribadi menjadi sangat begitu menurun. Dan di moment kali kedua ini,  ingin mempersembahkan karya-karyaku lagi.  Mungkin akan ada kalanya juga akan berhenti di next stop berikutnya. Siapa tahu.  Tapi yang penting adalah mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik dan maksimal.  Ketika tiba pada fase itu, harus mencari lagi ide dan solusi kreatif supaya jangan sampai stagnan benaran. 

Sabtu, 10 Juni 2017

Strategi Memenangkan Hati – Mengatasi Kebuntuan Kepemimpinan Kristen di Pemerintahan (Sebagai Solusi Menyelesaikan Persoalan Bangsa)



                                                sumber gambar : www.imgrum.org


Banyak persoalan bangsa kita yang harus segera dituntaskan oleh bangsa kita sendiri. Salah satunya adalah adanya upaya untuk memecahbelah bangsa kita oleh oknum-oknum yang memiliki paham diluar Pancasila. Perubahan karakter bangsa kita juga semakin merosot jauh dari yang namanya kebaikan. Yang semuanya itu dimulai dari pendidikan sejak dini yang telah salah dilakukan oleh orang tua kita. anak-anak kita sering diajarkan dengan ujaran-ujaran kebencian dan menciptakan permusuhan. Dan kita sebagai orang tua melakukan pembiaran akan hal-hal tersebut

Begitu juga dengan minimnya orang-orang yang takut akan Tuhan yang ada di bangku Pemerintahan. Padahal ketika banyak orang-orang yang benar duduk di pemerintahan, maka pastilah bangsa kita akan semakin maju dan sejahtera. Sebab dimana ada kebenaran disitu akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketentraman untuk selama-lamanya (Yes 32:17). Dan melalui kebenaran tersebut juga dapat meninggikan derajat bangsa (Amsal  12:28)

Keminiman orang-orang kristen terlibat dalam pemerintahan juga mungkin disebabkan oleh tidak mau bayar harga. Sebab yang pasti kita akan ditantang untuk ikut terlibat curang atau ikut arus dengan kebiasaan-kebiasaan orang banyak. Bahkan mungkin dibeberapa daerah, terkadang kita harus diperhadapkan dengan memilih untuk meninggalkan Kristus atau tetap memilih Kristus. Sebab ketika ketika kita memilih untuk meninggalkan Kristus yang pastinya jabatan ataupun posisi kita akan cepat naik dari yang biasanya. Perlu doa yang sungguh-sungguh supaya hal-hal ini tidak terjadi lagi dimasa mendatang. Orang yang punya kapabilitas dan berintegritas seharusnya itulah orang yang seharusnya cepat dapat promosi bukan karena yang lain-lain.

Bangsa kita di tahun 2018 dan ditahun 2019, akan menghadapi yang namanya pemilihan umum baik ditingkat daerah maupun ditingkat pusat. Maka perlunya sebuah strategi dalam memenangkan kontestasi pemilihan ini. Ternyata di dalam Alkitab, terdapat strategi pemenangan tersebut. Dan mungkin ini sudah diterapkan juga oleh beberapa kandidat calon pemimpin di bangsa kita dan hasilnya positif, seperti ‘blusukan’. Jadi kata atau istilah “blusukan” sudah ada sejak zaman dahulu dan alkitabiah. Dan inilah mungkin yang menjadi kunci keberhasilan mereka dalam memenangkan hati masyarakat.

Kisah blusukan bisa kita temui dalam ceritanya Absalom, anak Daud yang berusaha untuk merebut kerajaan Israel dari ayahnya sendiri. Meskipun bukan cerita yang positif, tapi ada nilai-nilai positif yang bisa kita ambil. Itu bisa kita baca lebih lengkap dalam 2 Samuel 15: 1-12.
Hal-hal apa atau strategi apa yang dilakukan oleh Absalom dalam merebut kekuasaan di Israel. 

Mari kita selidiki.

Pertama, miliki dan ekspos citra diri kita yang positif. Absalom menyediakan baginya sebuah kereta serta kuda dan lima puluh orang yang berlari didepannya. Absalom menyadari bahwa pentingnya penampilan luar, sebab dengan penampilan tersebut paling tidak bisa merebut hati  bangsa Israel. Ada kereta, ada kuda dan ada prajurit yang berlari didepannya. Dengan hal tersebut, kemana-mana dia pergi pastilah menjadi pusat perhatian. Bagi kita yang sudah siap-siap untuk mencalonkan diri dalam pemilu atau pilkada tersebut, mari untuk segera mengekspos citra diri, maupun hal-hal yang baik yang sudah pernah kita lakukan. Supaya masyarakat pemilih kita tahu siapa kita sebenarnya.

Kedua, Rajin Blusukan dan tanyakan sumber masalahnya. Maka setiap pagi berdirilah Absalom di tepi jalan yang menuju pintu gerbang. Setiap orang yang mempunyai perkara dan yang mau masuk menghadap raja,... orang itu dipanggil Absalom dan ditanyai. Jadi kita harus rajin-rajin turun ke tengah masyarakat serta tanyakan atau gali akar permasalahan mereka sebenarnya apa. Seandainya ada debat para calon kandidat pemimpin, kita punya data yang pasti dan riil. Tidak mengada-ada.

Ketiga, miliki empati yang sungguh-sungguh. Apabila seseorang datang mendekat untuk sujud menyembah kepadanya, maka diulurkannyalah tangannya, dipegangnya orang itu dan diciumnya. Jadi ketika kita sudah memiliki citra diri yang baik serta sering blusukan, kita juga harus bisa merasakan penderitaan mereka yang sebenarnya. Bukan hanya simpati tapi berempati terhadap masalah mereka tersebut. Seperti Absalom yang langsung merangkul setiap orang yang datang kepadanya. Adanya hubungan yang intens diantara mereka.

Keempat, konsisten, jangan gampang menyerah dan lakukan terus menerus. Sesudah lewat empat tahun.... Perlunya sikap kita yang konsisten dalam melakukan setiap perbuatan-perbuatan baik, seperti blusukan setiap ada kesempatan dan memiliki empati yang sungguh-sungguh. Bagi Absalom butuh empat tahun dalam memenangkan hati bangsa Israel. Kalau kita hitung-hitungan, seandainya satu hari Absalom minimal bertemu dengan lima orang, maka dalam waktu satu bulan dia sudah bertemu dengan 150-an orang. Dan dalam waktu setahun dia sudah bertemu dengan 1800-an orang. Jadi dalam waktu empat tahun minimal Absalom sudah bertemu dengan 7.200-an orang. Kita harus memilki target-target berapa orang konstituen yang harus segera ditemui dan sampai berapa lama waktunya. Tapi yang pasti waktunya sebelum di hari-H.

Kelima, milikilah penasehat yang baik. Dimana dengan nasehat-nasehat tersebut yang pasti kita bisa memiliki banyak pertimbangan-pertimbangan yang baik dan solusi-solusi yang baik dalam menyelesaikan suatu masalah. Disuruhnyalah datang Ahitofel, orang Gilo itu, penasehat Daud.

Keenam, selebrasi yang tidak berlebihan. Segera sesudah kamu mendengar bunyi sangkakala berserulah : Absalom sudah menjadi raja di Hebron. Terkadang kita memerlukan selebrasi atau perayaan sebagai rasa ucapan syukur kita. Sebab kita sudah menang  dalam kontestasi pemilihan tersebut. Tapi sarannya janganlah berlebihan.

Demikianlah beberapa langkah-langkah strategi untuk bisa memenangkan hati para konstituen kita. Beberapa pelajaran strategi diatas memang, bukanlah hal yang baru lagi di masa sekarang ini. Tapi ternyata sangatlah efektif untuk bisa memenangkan persaingan yang semakin ketat ini. Harapannya para pemimpin muda Kristen untuk bisa terlibat dalam masa-masa pemerintahan mendatang. Semakin awal bergerak untuk blusukannya, maka kemungkinan besar, hati para konstituen kita, bisa diambil  dan akhirnya mereka memilih kita.

Harapannya lagi, ketika sudah banyak orang-orang benar dan takut akan Tuhan yang duduk dalam pemerintahan, pastikan bangsa kita akan menjadi bangsa yang besar dan sejahtera. Sebab dimana ada kebenaran dan keadilan pastinya disitu akan ada damai dan sejahtera.

Sibolangit, 11 Juni 2017

PERSEKUSI ANCAMAN KEBEBASAN BEREKSPRESI



                                                             sumber gambar : waktuku.com 


Ada dua istilah yang baru-baru ini aku ketahui sejak satu tahun terakhir ini. Pertama kata Begal yang kedua kata “Persekusi”.  Kedua kata ini sering muncul setelah melihat adanya  fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat kita. Aku sendiri pun langsung mencoba mencari arti kata kedua ini dalam kamus bahasa Indonesia online. Ternyata kutemukan bahwa begal itu adalah Penyamun (orangnya).  Membegal berarti merampas di jalan atau menyamun. Sedangkan Perkusi  adalah pemburuan sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga dan disakiti, dipersusah atau ditumpas.

Kedua kata tersebut masuk kedalam kategori tindakan kejahatan. Setelah fase “pembegalan” sepertinya telah usai, masuklah kepada fase sekarang yang namanya “persekusi”.  Kalau kita melihat sekilas proses pembegalan itu sepertinya murni karena faktor ekonomi yang semakin sulit dan mulai susahnya hidup di jaman sekarang ini.

 Sedang kalau Persekusi bukan karena faktor ekonomi tapi cenderung karena faktor “kebutaan”. Baik kebutaan akan mata hati dan pikirannya. Buta karena tidak bisa lagi melihat dan memilah mana yang benar mana yang salah. Seakan-akan bisa mengkultuskan atau mendewakan salah satu figur yang sangat dihormati. Ketika figur itu melakukan satu kesalahan kecil dan berakibat kepada masuknya ke proses hukum yang lebih lanjut, dinyatakan itu bukan kesalahan. Dan bahkan kita dibawa kepada satu istilah “kriminalisasi”.

Padahal sudah masuk ke ranah hukum dan prosesnya sedang berlangsung. Yah dimana seorang manusia tidak pernah melakukan suatu kesalahan. Pasti semua orang pernah melakukan kesalahan. Tidak terkecuali ‘Pemimpin’ kita. Tapi kalau perbuatannya sudah melanggar bukan hanya norma susila tapi sudah masuk ke norma hukum, yah semua perbuatannya harus berani dipertanggung jawabkan.

Jangan hanya berani untuk menuntut tegaknya hukum kepada orang lain yang memang benar melakukan suatu kesalahan, tapi dirinya sendiri tidak berani dituntut. Bahkan sekalipun kita memiliki massa yang cukup banyak dan sudah tersebar dibeberapa daerah, seharusnya kita berani menunjukkan kualitas diri kita, yang berani berbuat yah berani bertanggung jawab. Seakan-akan, kita mencoba massa kita itu menjadi tameng perlindungan kita untuk bisa terhindar dari segala bentuk penegakan hukum.

Dan ketika ada orang lain yang menilai, menjelekkan “figur” tersebut, seluruh anggota massa tersebut  tidak bisa menerima. Bahkan langsung bertindak mengambil jalur kewenangannya aparat keamanan. Memata-matai, membuntuti, dan bahkan langsung mengeksekusi orang tersebut untuk segera menarik pernyataannya dan segera meminta maaf atas pernyataannya tersebut. Tidak jarang dilakukan dengan kekerasan. Bahkan sang pelaku tidak bisa lagi membedakan mana yang masih dibawah umur dan mana yang sudah dewasa.

Sehingga muncullah istilah Persekusi ini dibumi Indonesia yang kita cintai ini. Sungguh sedih memang melihat kondisi bangsa kita sekarang. Negara-negara lain sedang sibuk untuk mengkapling-kapling luar angkasa, kita masih sibuk untuk urusan yang seharusnya di ranah privasi kita saja, seperti SARA. Terjadi kemunduran aklak maupun  jiwa bangsa kita. Seakan-akan negeri kita menjadi negeri Barbar, dimana yang kuat dan ramai yang pasti menang.

Padahal negara kita ini adalah negara hukum. Semua  orang sama dimata hukum. Bahkan pejabat sekalipun ketika melakukan tindakan pelanggaran hukum yah harus dihukum. Apalagi masyarakat biasa maupun kalangan pemuka agama. Ketika melakukan suatu kesalahan yang melanggar norma hukum yah harus bersedia untuk menerima proses hukum.

Buntunya Kebebasan Berekspresi

Melihat kondisi kasus Persekusi diakhir-akhir ini yang muncul dipermukaan dan sedang diproses oleh pihak yang berwajib ada sekitar 59 kasus. Bukan hanya di Jakarta, kasus-kasus yang serupa sudah terjadi hampir dibeberapa kota-kota besar di Indonesia. Takutnya ‘virus’ persekusi’ ini sudah mengena hampir keseluruh wilayah Indonesia. Sebab pada faktanya bahwa massa dari ‘sang figur’ ini sudah tersebar hampir keseluruh wilayah Indonesia. Ketika ada orang yang menyinggung sedikit saja pun tentang ‘sang figur’ ini, tolong berhati-hatilah.

Dengan kata lain..’kehati-hatian’ ini sekarang seperti sedang membelenggu kita akan mengekspresikan sikap dan pendapat kita tentang suatu masalah atau tokoh tertentu. Seharusnya negara menjamin kebebasan untuk mengemukakan pendapat, asal saja jangan melakukan seperti pencemaran nama baik atau fitnah yang tidak berdasar. Tapi kalau berdasarkan kondisi yang ada dan fakta yang tampak oleh mata kita, masak kita harus dibelenggu untuk tidak menyuarakan kebenaran.

Kita tinggal diwilayah yang sama daerah yang sama. Meskipun kita berbeda baik dalam hal ‘prinsip’ dan lain-lain, seharusnya kita bisa mengelola setiap perbedaan-perbedaan yang ada untuk kebaikan kita bersama. Bukan malah sebaliknya, kita harus berpisah dan bahkan saling bermusuhan hingga saling menyakiti satu sama lain. Perbedaan itu indah, ketika kita bisa saling mengerti satu sama lain. Tidak ada unsur untuk pemaksaan penyamaan satu pendapat. Ketika terjadi pemaksaan disitulah terjadi suatu konflik.

Terakhir, mungkin kita perlu sekali lagi memahami akan satu istilah yang mungkin sudah kita ketahui bersama. “Berani karena benar, takut karena salah”. Bukan ‘berani karena banyak’ tapi karena kita memang betul-betul melakukan suatu kebenaran.

Catatanku...Sibolangit, 4Juni 2017

Sabtu, 29 April 2017

Antara Pajak dan Zakat

sumber gambar: caramudahbayar.blogspot.com

Masyarakat kita memang terkenal dengan ritual-ritual religinya. Karena setiap tahunnya bagi yang beragama muslim  dipastikan akan merayakan yang namanya Puasa Ramadhan yang lebih kurang 30 hari dilaksanakan. Sedang bagi umat Kristiani dipastikan akan merayakan yang namanya Paskah dan Natal.  Itu dalam event tahunan. Kalau event sehari-sehari, kalau umat kristiani dipastikan akan selalu pergi ke gereja setiap hari Minggu dan kalau umat Muslim pasti pergi ke Musholla atau masjid di setiap hari Jumatnya. Tapi apakah benar kita sudah masuk ke ranah implementasi dari apa yang sudah kita buat dalam kehidupan kita. Apakah hidup kita sudah sampai kepada sikap yang betul-betul menomorsatukan Allah dalam kehidupan kita. Apakah hidup kita sudah berubah. Dulu yang begitu pemarah sekarang peramah, dulu yang begitu  cemburu sekarang penuh kasih, dulu yang begitu rakus sekarang menjadi begitu murah hati, dan banyak lainnya perubahan positif yang dikerjakan.
Saya mencoba menuliskan tentang artikel ini, mencoba menggali sikap yang sebenarnya tentang pemberian zakat dan pajak. Melihat kondisi bangsa kita sekarang ini, ternyata  kita sekarang lagi kesulitan dalam perekonomian. Sulit untuk mendapatkan modal Capital untuk membangun proses infrakstruktur di berbagai daerah kita. Anggaran Belanja Negara yang dibuat pemerintah selalu defisit. Salah satu cara yang bisa diharapkan adalah  penerimaan dari Pajak bisa menutup defisit belanja yang terjadi. Bahkan pemerintah juga sudah menetapkan untuk membuat kebijakan Tax Ammesty. Yang belakangan ini, juga sudah disetujui  oleh DPR, meskipun dengan beberapa catatan. Diharapkan dengan Pengampunan Pajak ini bisa menambah jumlah penerimaan keuangan Negara kita.
Tapi pada faktanya, penerimaan pajak sampai pada kuartal kedua ditahun ini, masih sangatlah kurang. Padahal sudah banyak yang dikerjakan oleh pihak perpajakan dalam menggalang dan memotivasi para wajib pajak. Sudah dibuatkan banyak kelas-kelas pajak yang diselenggarakan hampir merata di seluruh Indonesia. Yang tujuannya tidak lain tidak bukan supaya masyarakat Indonesia semakin paham dan mengerti tentang Pajak secara keseluruhan.  Dan bukan hanya mengerti dan paham, tetapi sampai kepada aksi untuk memberikan pajaknya. Bahkan Dirjen Pajak, Sigit Priadi Pramudito  pernah mengatakan disela-sela kegiatannya  bahwa ketika tidak tercapai target pajak yang ditetapkan beliau akan bersedia untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Sungguh suatu sikap yang betul-betul komit  dan berani untuk memajukan bangsa Indonesia ini.
Tentang pemberian zakat jika saya membaca dari google kutemukan bahwa itu hanya diwajibkan bagi orang-orang yang beragama Muslim. Tapi karena atas anjuran Sang Presiden bahwa semua menteri diharapkan membayar zakat. Ketika beritanya tayang di Metro TV, menunjukkan bahwa bapak Yasonna Laoly, ternyata sedang membayarkan sejumlah zakatnya kepada panitia penerimaan zakat yang memang diinisiasi oleh Bapak Presiden kita. Memang sih tidak ada salahnya ketika memberikan zakat, dan itu memang contoh yang baik untuk bisa ditiru oleh segenap bangsa kita. Bukan hanya Kaum Muslim yang memberikan tapi diluarnya juga bisa ikut berpartisipasi. Kita ikut merasakan dan saling berbagi diantaranya.
Menurut pandangan saya, entah itu kewajiban membayar pajak, maupun zakat ataupun perpuluhan, itu ibarat sebuah koin. Yang memiliki dua sisi gambar yang saling berdampingan dan tidak dipisahkan. Ketika kita sudah ingat kepada Tuhan, dan memberikan rasa ucapan syukur kita kepadanya, dengan memberikan sejumlah zakat atau persembahan kepadaNya, kita juga jangan lupa bahwa kita juga mempunyai kewajiban yang sama untuk memberikan pajak kepada pemerintah, sebagai bukti bahwa kita ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab buat bangsa dan Negara kita ini. Jangan menjadi contoh teladan yang kurang pas, yang hanya ketika lebih mencondongkan yang satu serta mengabaikan yang lain. Kita harus punya sikap yang betul-betul mengasihi Tuhan serta mengasihi sesama kita melalui pemberian zakat, persepuluhan ataupun pajak.
Dan di tahun 2015 ditetapkan sebagai Tahun Pengampunan Pajak. Sedangkan di tahun 2016 ini ditetapkan sebagai Tahun Penegakan Pajak. Dan di tahun 2016, marilah kita saling bekerja sama dan bersinergi satu sama lain dalam membawa perubahan yang nyata bagi Indonesia ini. Ditengah-tengah ketidakpastian perekonomian dunia, kita punya peran dan tanggung jawab masing-masing. Pemerintah kita yang punya hak untuk menerima Pajak kita, dan berkewajiban untuk membuat pembangunan yang nyata di Indonesia ini. Kita sebagai masyarakat,  juga punya kewajiban  yang sama sebagai pembayar pajak, memiliki sikap yang jujur dalam membayar pajak. Baik pajak pribadi, maupun pajak perusahaan. Dan disamping kewajiban membayarkan sejumlah pajak, kita juga tidak lupa dalam membayarkan sejumlah zakat ataupun perpuluhan kita kepada orang-orang yang berhak untuk mendapatkannya. Sehingga ada kedamaian dinegeri kita tercinta ini.
Ditulis oleh Rinto F. Simorangkir-Sang Pendidik dan Entrepreneur sejati di Yayasan PESAT, serta Pemerhati masalah sosial.